Membaca tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Membaca digunakan oleh manusia untuk menggali ilmu pengetahuan dan informasi.
Membaca mempunyai fungsi intelektual, sosial, dan emosional. Selain itu, dengan
membaca akan membuat manusia mampu menggunakan kemampuan analisis, imajinatif
serta memberi stimulus untuk selalu obyektif dalam menilai segala hal yang
bertumpu pada pemikiran para ilmuwan.
Salah satu keberhasilan dari membaca
adalah melahirkan individu yang mampu belajar secara mandiri. Dalam hal ini,
individu mampu menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa,
dan sikap positif terhadap apa yang di bacanya. Oleh sebab itu, diperlukan
media pelajaran (buku penunjang) yang dapat memberikan cakrawala bagi kehidupan
manusia. Penunjang pelajaran yang baik tentunya mampu mengakomodasi kemampuan
individu dalam mengembangkan aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis.
![]() |
logo baru Taman Baca Mapemda |
Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah saat individu membaca buku penunjang, buku tersebut hendaknya, mampu
mengejawantahkan kemampuan pribadi dan kelompok sesuai dengan usia atau
tingkatan individu (kelas). Hal ini berhubungan dengan prinsip bahwa membaca
bukan semata teori yang harus dihafal, namun membaca juga merupakan media yang
dapat memberi hiburan dan kesenangan tersendiri atas apa yang di bacanya.
Perjalanan saya bersama “Mahasiswa
Peduli Masyarakat Desa (MAPEMDA)” yang merupakan gerakan sadar mahasiswa untuk
mengabdikan diri kepada masyarakat sebagaimana fungsi kaum intelektual
seharusnya untuk memanusiakan manusia lainnya. Dari perjalanan dan riset di
berbagai desa-desa di Jawa Tengah umumnya salah satu kendala yang menghambat
individu atau masyarakat untuk dapat menerapkan budaya membaca adalah kurangnya
wadah atau sarana yang menyediakan buku-buku bacaan, terlebih pada masyarakat
pedesaan yang letaknya jauh dari toko-toko buku dan perpustakaan. Selain itu
keadaan ekonomi masyarakat desa juga menjadi pertimbangan mengapa mereka
kemudian tidak peduli akan pentingnya budaya membaca baik bagi mereka atau
generasi penerus, anak dan cucu mereka. Sungguh ironi dan menyakitkan hati jika
kita harus berdiam diri melihat kenyataan pahit ketimpangan hidup desa-kota.
Permasalahan didesa yang selalu
berkaitan dengan ekonomi tentu menjadi masalah yang serius. Bagaimana tidak
saat sebuah desa yang penduduknya tidak lagi mempercayai tanah kelahirannya
mampu memberikan kehidupan, memaksa diri untuk keluar mencari peruntungan,
pertanyaannya adakah bekal ilmu ia bawa? Tentu tidak, nekat dan berpegang pada
satu keyakinan bahwa tuhan itu ada. Pemuda desa kini tidak lagi ingin menjalani
hidup di desa, kota terlalu manis melambaikan tangan, mengiurkan yang pada
akhirnya memberi kesengsaraan karena tidak mampu bersaing. Sungguh desa
berpotensi, namun mata telah tertutupi akan kurangnya pengetahuan untuk mengembangkan
diri.
Permasalahan ekonomi muncul tentu
beriringan pula munculnya masalah sosial lainnya. Dalam perjalanan saya di
desa-desa di daerah Jawa Tengah, ada yang mengiris hati kecil saya. Betapa
tidak saat saya menjumpai seorang gadis belia, usia di bawah umur sedang
menyusui bayi kecil yang lucu, yang dimatanya terpancar keputusasaan.
Pernikahan dini ternyata, lulusan sekolah dasar (SD) sudah harus mengarungi
kerasnya dinamika rumah tangga, ini prestasi kemunduran. Mengapa semua ini
terjadi, tidak lain karena faktor ekonomi, yang membutakan mata bahwa kehidupan
didepan masih panjang, masih ada harapan untuk lebih baik. Dan mengapa masalah
ekonomi muncul kepermukaan, tidak lain karena lemahnya pendidikan, kurnganya
kesadaran akan pentingnya pendidikan. Dan pendidikan itu tidaklah selalu lisan
namun juga di sampaikan melalui tulisan, membaca tentu menjadi hal pokok dalam
memenuhi pundi-pundi ilmu.
Berlatar belakang semua itu muncul
inisiatif dalam rangka pengembangan pendidikan untuk mendirikan taman baca desa . Dengan keberadaan taman
baca tersebut secara umum masyarakat dari berbagai golongan baik pelajar, guru,
petani, pedagang, dan masyarakat umum dapat terbantu dalam memenuhi kebutuhan
informasi, pengetahuan, bimbingan, hiburan dan lain sebagainya melalui buku
yang disediakan. untuk memenuhi tuntutan dan kepuasan masyarakat untuk
memperluas khazanah keilmuan. Dalam perkembangannya taman baca desa tidak hanya memberikan layanan dalam hal pemberian
kemudahan dalam konsumsi buku bacaan namun juga memberikan wadah diskusi,
bimbingan belajar membaca, bimbingan
belajar mandiri, dan pengembangan wirausaha desa yang semuanya dilaksanakan
secara gratis bagi pelajar dan masyarakat umum. Memang terihat kecil, namun
diyakini bahwa dari yang kecil inilah kita bisa meIndonesiakan Indonesia,
sebuah bangsa yang bermartabat, sama rata, sama rasa dan memiliki hak untuk
berkembang yang sama pula.
Tentu jalan juang individu
berbeda-beda, terutama mahasiswa. Ada diantaranya yang berjuang melawan
terjalnya kebijakan pemerintah, ada yang berjuang dalam pengembangan riset dan
penelitian untuk bangsa dan ada yang mengabdikan diri untuk masyarakat. Dan yang
perlu di garis bawahi bahwa negeri ini dapat bernafas dari udara rakyat melalui
pajak yang mereka berikan, sudah barang wajib hukumnya kita berbuat untuk
rakyat. Dan dalam hal ini masyarakat pedesaanlah yang memerlukan rasa
kepedulian kita akan pendidikan. Jika setiap desa memiliki satu gerakan budaya
membaca yang dikoordinasi dengan baik dan penuh rasa keinginan memajukan bangsa
ini, maka pastilah kita menjadi bangsa yang lebih maju. Mahasiswa adalah
manusia yang sadar maka mari bangun dari mimpi dan ciptakan mimpi.